IP didirikan
pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E
Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP
ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi
orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya
keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan
Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indo). IP sebagai organisasi
campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari
benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama
dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Di samping itu
juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak
akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi putera.
Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran,
ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya
organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik
dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk
membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media
majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes
Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
Indonesia. 
Tujuan dari
partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik
rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada
tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun
bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). Perayaan ini
direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang
kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan
pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal
yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische
Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang
berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda. Akibat
dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari
Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express tanggal 26 Juli 1913 yang
diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan
ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai,
E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di De Express tanggal 5
Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi
Soerjaningrat, Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
Soerjaningrat.
Kecaman-kecaman
yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij
ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Namun pada tahun 1914
Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun
1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki
Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes
Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan
pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam
perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke
Suriname, Amerika Latin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar