Kamis, 27 November 2014

PENGERTIAN PAJAK

1.     Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.


Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
·            Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
·            Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
·            Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk kepe     rluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pajak Sebagai Sumber Penerimaan Negara Yang Dominan.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Anggaran Pendapatan Negara yang dibuat oleh Pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan, yaitu:
a. Penerimaan dari sektor pajak.
b. Penerimaan dari sektor migas (minyak dan gas bumi), dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.
    Dari ketiga sumber penerimaan di atas, penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke tahun kita dapat melihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional.
Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan negara guna pembiayaan pembangunan di akhir-akhir ini. Kontribusi pajak terhadap pembangunan telah menyamai atau bahkan lebih besar dari sektor minyak dan gas sebagai sumber dana pembangunan. Saat ini Indonesia mulai memprioritaskan sektor pajak sebagai sumber pendanaan pembangunan di berbagai bidang.
Sebagai sumber penerimaan yang menjadi sumber utama,otomatis dana dari pajak sangat berperan dalam neraca keuangan pemerintah. Sampai saat ini hampir 70 % penerimaan negara kita ditopang dari pajak. Manfaat pajak bisa kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari hampir di semua sektor. Fasilitas kesehatan,transportasi,pendidikan,sarana dan prasarana umum dll, tak lain dan tak bukan adalah sumbangsih dari pajak. Termasuk untuk mencicil utang luar negeri kita yang masih banyak.
Berbicara kaitan atau hubungan antara pajak dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)merupakan hubungan yang saling berkaitan. Pajak,sebagai sumber penerimaan negara, adalah penyumbang terbesar APBN. Melalui APBN negara membuat rencana pendapatan dan belanja negara dalam kurun waktu satu tahun. Semua program kerja dan besarnya biaya dicatat disini, yang mencangkup seluruh daerah di wilayah Indonesia.
Selain itu, penerimaan negara atas pajak selalu meningkat dari tahun ketahun. Hal ini bisa diketahui dari tabel data APBN dan APBDberikut ini :
Data APBD Kota Palopo Sulawesi Selatan



Dari data APBNdan APBD tersebut kita bisa mengetahui, bahwa penerimaan negara atas pajak lebih dominan dan bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan penerimaan di sektor lain. Selain itu peningkatan juga terjadi dari tahun ke tahun. Dibuktikan dari data APBN dan APBD diatas.
2.     Perlawanan Aktif Dan Perlawanan Pasif Dalam Perpajakan
a. Perlawanan Aktif
perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Dalam perlawanan aktif ini nyata-nyata ada usaha dari wajib pajak untuk tidak membayar pajak. Ussaha-usaha tersebut dapat berupa pengelakan atau penyelundupan pajak, pembuatan faktur pajak fiktif, manipulasi data, melalaikan pajak, dan sebagainya.
b. Perlawanan Pasif
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Dalam perlawanan pasif ini tidak ada usaha secara nyata dari masyarakat untuk menghambat pemungutan pajak. Namun, karena kondisi masyarakat yang kurang baik atau bahkan tidak tahu seluk beluk pajak, maka mereka tidak membayar pajak.
3.     Sistem Pemungutan Pajak Yang Pernah Berlaku Di Indonesia
a         Official Assessment System
Dalam sistem official assestment ini, fiskus yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan besarnya pajak terhutang. Sistem ini digunakan pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), besarnya pajak terhutang ditetapkan oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
Ciri-ciri :
v  Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
v  Wajib pajak bersifat pasif
v  Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b        Self  Assessment System
Dalam sistem self assestment ini, Wajib Pajak sendirilah yang menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terhutang melalui media formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Bulanan (masa) ataupun Tahunan. Fiskus atau Petugas Pajak hanya bertugas untuk melakukan penelitian apakah SPT tersebut telah diisi dengan lengkap (termasuk lampiran-lampiran pendukung), meneliti kebenaran penghitungan dan meneliti kebenaran penulisan.
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan kebenaran data yang telah disampaikan Wajib Pajak melalui SPT tersebut, fiskus dapat melakukan pemerikasaan kepada Wajib Pajak.
Ciri cirinya :
Ø  Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang  ada pada wajib pajak sendiri.
Ø  Wajib pajak aktif .
Ø  Pihak aparat perpajakan tidak ikut campur  melainkan hanya mengawasi.
c         With Holding System
adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga yang ditunjuk.

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah sistem nomor dua yaitu yang memberi memperbolehkan wajib pajak yang menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan.
Dengan diberlakukannya Self Assessment System ini di Indonesia maka setiap wajib pajak harus benar-benar paham tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelunasan pajaknya.

4.     Latarbelakang Adanya Reformasi di Bidang Perpajakan
Undang-undang perpajakan yang lama (yang dibuat sebelum Indonesia merdeka), sebagian besar merupakan warisan kolonial. UU perpajakan tersebut mempunyai landasan pemikiran, jiwa, sasaran, dan tujuan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan harkat hakekat, dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat, berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Walaupun telah berulang kali diadakan perubahan, tambahan, dan penyesuaian, namun ternyata belum dapat memenuhi aspirasi rakyat banyak dan kebutuhan pembangunan nasional. Oleh karena itu perlu adanya reformasi (pembaharuan) di bidang perpajakan tersebut.
DALAM rangka peningkatan kinerja menuju good governance Direkterat Jenderal Pajak melakukan reformasi birokrasi di bidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu: keadilan (equity), kemudahan {simple and understandable), waktu dan biaya yang efisien bagi institusi maupun Wajib Pajak, distribusi beban pajak yang lebih adil dan logis, serta struktur pajak yang dapat mendukung stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi
Sejak tahun 1983, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berinisiatif melakukan reformasi di bidang administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak melalui pemberian pelayanan yang berkualitas. Hal ini ditandai dengan reformasi di bidang peraturan perundang-undangan dengan menerapkan sistem self assesment serta perubahan struktur organisasi yang lebih mengutamakan aspek pelayanan kepada Wajib Pajak, dimulai dengan perubahan Kantor Inspeksi Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak.
Undang-undang yang Berlaku Sekarang
Undang-Undang yang berlaku sekarang adalah UU No. 28 Tahun 2007

5.     3 Kategori Kantor Pelayanan Pajak
a.         KPP WP Besar (LTO)
Merupakan kantor pelayanan pajak yang melayani wajib pajak badan kategori besar pada skala nasional dengan jumlah yang terbatas.
b.        KPP Madya (MTO)
Merupakan kantor pelayanan pajak yang melayani wajib pajak badan dalam ketegori besar dalam skala regional (kantor wilayah) dan jumlahnya terbatas. KPP madya ini hanya ada satu di setiap Kantor Wilayah direktoratJendral Pajak.
c.        KPP Pratama (STO)
Merupakan KPP yang selama ini telah ada dan dikembangkan dengan menerapkan  prinsip modernisasi administrasi perpajakan. Wajib pajak yang dilayani adalah diluar yang telah ada dan dikembangkan dengan menerapkan prinsip modernisasi administrasi perpajakan. Wajib pajak yang dilayani adalah yang telah terdaftar di KPP WP Besar dan KPP Madya.
6.     Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu:
a      Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
b      Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
c      Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
d     Prof. Dr. Ottomar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang perpajakan.
e      Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan kaedah pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata berdasarkan sumber-sumber asing.
f       Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.




Tujuan Umum Pajak Internasional
Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminasi gejala pajak ganda.Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara :
Ø Dengan cara Unilateral
Dimana negara yang bersangkutan memasukkan dalam perundang-undangan pajaknya ketentuan untuk menghindaripajak berganda seperti :
ü Extemtion yang didasarkan pada pure teritorial principle atau restricted teritorial principle
ü Tax Credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan fictius tax credit
Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.
Ø Dengan cara Bilateral
Dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang dikenal dengan istilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Untuk negara Indonesia telah memiliki Tax Treaty dengan 57 negara.
Ø Dengan cara Multilateral
misalnya Igeneral Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang mengatut tarif douane secara multilateral.
Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.



BATASAN PENGUSAHA KECIL

Dasar Hukum
PMK-68/PMK.03/2010, 23 Maret 2010
Tidak setiap Pengusaha (baca sebagai: Wajib Pajak baik perorangan maupun suatu badan) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) harus memenuhi kewajiban PPN. Dalam ketentuan Pasal 3A ayat (1) UU PPN ditegaskan bahwa bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dikecualikan dari kewajiban PPN ini. Sebagai tindaklanjut dari ketentuan ini, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Ketentuan yang mulai berlaku sejak 1 April 2010 ini menetapkan batasan bagi pengusaha kecil ini adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600 juta (masih sama dengan aturan yang berlaku selama ini). Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto yang dimaksudkan di sini adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Dalam ketentuan ini diatur bahwa pengusaha kecil yang termasuk dalam kategori sesuai Peraturan Menteri Keuangan ini tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya. Namun apabila pengusaha kecil ini memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka terhadap pegnusaha kecil ini dikenakan kewajiban PPN.

Pengertian
Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan atau Jasa Kena pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.00.000,- (enam ratus juta rupiah)

Fasilitas bagi Pengusaha Kecil
Ø  tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Ø  tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya
Ø  dilarang menerbitkan Faktur Pajak Keluaran
Ø  pengusaha kecil dapat memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
           
Pengusaha yang Wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
ü  apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 600.000.000,-
ü  kewajiban PKP tersebut, dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat peredaran bruto melebihi Rp 600.000.000,-


contoh :
Bulan Januari 2008 peredaran bruto Rp 200juta -> belum wajib PKP
Bulan Pebruari 2008 peredaran bruto Rp 250juta -> belum wajib PKP
Bulan Maret 2008 peredaran bruto Rp 200juta -> harus dikukuhkan sebagai PKP
Karena pada akhir bulan Maret jumlah peredaran bruto sudah melebihi Rp 600juta.
Pengusaha tersebut harus sudah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir April 2008 (akhir bulan setelah bulan saat peredaran bruto melebihi Rp 600.000.000,-)

Apabila terdapat Pengusaha yang sudah dikukuhkan Kena Pajak dan jumlah peredaran brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 600.000.000,- , PKP tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar