WAWASAN NUSANTARA
Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan
menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
FUNGSI WAWASAN NUSANTARA
Fungsi dari wawasam Nusantara:
- Wawasan nusantara sebagai
     konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep
     dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
 - Wawasan nusantara sebagai
     wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi,
     kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan
     pertahanan dan keamanan.
 - Wawasan nusantara sebagai
     wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik
     Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang
     meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
 - Wawasan nusantara sebagai
     wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar
     tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.
     Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
 
1.      Tujuan
nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD
1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan
Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah
Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial".
2.      Tujuan
ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun
sosial,
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi
kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan
membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di
seluruh dunia.
IMPLEMENTASI WAWASAN
NUSANTARA DALAM PENDIDIKAN
Untuk mempercepat tercapainya tujuan wawasan
Nusantara, disamping implementasi terhadap aspek politik, aspek
ekonomi, aspek  ideologi, dan aspek pertahanan keamanan juga terhadap
aspek sosial budaya yaitu mengenai pendidikan atau edukasi. Edukasi
atau pendidikan dilaksanakan melalui metode pendekatan formal dan informal.
Pendidikan formal ini dimulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi, pendidikan karier di semua strata dan bidang profesi, penataran, kursus
dan sebagainya. Sedangkan pendidikan non-formal dapat dilaksanakan di
lingkungan keluarga, pemukiman, pekerjaan, dan organisasi kemasyarakatan.
KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN UN
Ada beberapa faktor kelebihan yang
menjadi harapan, mengapa UN tetap dilakukan walaupun banyaknya protes keras
dari masyarakat. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.     
Sebagai
alat penjamin mutu pendidikan baik dari sekolah atau dinas pendidikan di suatu
daerah.
2.     
Sebagai
pengendali mutu pendidikan “quality control” yang bermuara pada pengembangan
sumber daya manusia di Indonesia.
3.     
Sebagai
bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang yang lebih
tinggi.
4.     
Sebagai
alat evaluasi independen yang lebih objektif dibandingkan alat pengukuran
lokal,
Namun, ada pula kelemahan UN yang
sangat mendasar sehingga UN tidak dapat dijadikan sebagai alat akselerasi mutu
pendidikan di Indonesia. Kelemahan tersebut adalah:
1.     
Sistematika
penyelenggaraan UN tidak sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat (1)
menyebutkan bahwa “evaluasi hasil peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan”, Oleh karena itu yang mengevaluasi dan memantau proses
intelektual anak didik adalah pendidik, bukan DEPDIKNAS ataupun BSNP. Karena
tugas Depdiknas adalah mencari, mengelola, menguji dan meluluskan siswa.
Kemudian, bila Depdiknas juga dijadikan sebagai penyelenggara UN, maka
kemungkinan kelulusan akan 100 %, karena kepentingan Depdiknas adalah untuk
meluluskan.
2.     
Pasal
37 ayat (1) menyebutkan bahwa “kurikulum pendidikan dasar menengah wajib memuat
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika,
ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan
jasmani dan olahraga, keterampilan kejuruan dan muatan lokal”. Kata “wajib”
merupakan suatu bentuk yang wajib dilaksanakan dan diajarkan pada siswa,
konsekuensinya materi tersebut menjadi indikator sebuah kelulusan siswa,
kenyataannya pemerintah hanya menguji siswa pada enam bidang studi yang
dijadikan indikator kelulusan peserta didik secara nasional.
3.     
UN
saat ini hanya diprioritaskan untuk mendapatkan ijazah bukan mendapatkan ilmu
pengetahuan yang berguna bagi kemandirian, kecakapan dan keterampilan siswa
dalam kehidupan sehari-hari, singkatnya sekolah saat ini bukan menjadi sebagai
lembaga pendidikan tetapi tempat bimbingan belajar untuk bisa lulus dari sebuah
tes.
4.      UN bukanlah alat pengukuran kemampuan
siswa, melainkan alat untuk mengukur keberuntungan siswa dalam mengisi lembar
jawaban. Soal dengan model pilihan ganda “multiple choice” tidak memberikan
kesempatan berfikir kreatif pada siswa karena jawabannya sudah tersedia.
5.     
UN
dengan evaluasi enam disiplin pelajaran ditambah lagi dengan nilai standar
ketuntasan yang cukup tinggi membuat sebahagian siswa trauma akan UN.
6.     
UN
dengan sistem passing grade yang diberlakukan secara nasional telah mengabaikan
disparitas kondisi masing-masing daerah.
Kesimpulan
Bila
kita melihat sisi positif dari penyelenggaraan UAN, hal tersebut banyak sekali
manfaatnya bagi kepentingan Nasional. Misalnya saja, dengan adanya UAN bangsa
Indonesia dan bangsa lain dapat mengetahui seberapa baik nilai dari calon
penerus Sumber Daya Manusia dalam menguasai mata pelajaran pokok. Dan mungkin,
dunia dapat lebih mudah dan sederhana jika ingin mengukur seberapa baik mutu
Sumber Daya Manusia di Indonesia yaitu dengan melihat standar nilai, dan nilai
rata-rata yang diperoleh setiap tahunnya.
Namun,
bila kita melihat dari sisi negatifnya. UAN sangat bertentangan dengan wawasan
Nusantara. Saat ini, kita tak dapat memungkiri bahwa UAN telah menjadi sesosok
makhluk paranoid bagi pelajar. Mereka pun akan melakukan apa saja demi
mengalahkan UAN, sehingga segala bentuk kecurangan sangat rentan sekali
terjadi. Dan bentuk kecurangan itu tidak hanya dilakukan oleh siswa semata,
namun ada pula guru yang membantunya. Mereka tidak akan berpikir untuk
menjalankan UAN demi kemajuan tingkat Sumber Daya Manusia Indonesia, tetapi
mereka menjalankan UAN hanya demi menyandang status LULUS semata.
Sehingga
bila kita lihat di dua permasalahan ini, jika metode pelaksanaan UAN tetap
seperti yang ada pada sekarang ini, tidak akan bersinergi dengan wawasan
nusantara pada seluruh aspek yang ada di dalam UAN. Berdasarkan analisis saya,
yang berpikir untuk memajukan Bangsa dan Negara ini hanyalah orang-orang yang
membuat sistemnya saja, tetapi yang berada di paling bawah, tidak akan berpikir
seperti itu dalam melaksanakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar